Rabu, 20 November 2013

Askep Ca Serviks


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ca cervix atau kanker leher /mulut rahim merupakan jenis penyakit kanker yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun. Kanker leher /mulut rahim ini menduduki urutan nomor dua penyakit kanker didunia bahkan sekitar 500.000 wanita di seluruh dunia di diagnosa menderita kanker mulut rahim dan rata-rata 270.000 meninggal tiap tahun (Depkes RI, 2008).
Diperkirakan pada tahun 2010 kanker leher /mulut rahim menjadi penyebab utama mortalitas diseluruh dunia dan pada tahun 2030 diperkirakan terjadi kasus kanker baru sebanyak 20 hingga 26 juta jiwa dan 13 hingga 17 juta jiwa meninggal akibat kanker leher rahim. Peningkatan angka kejadian kanker diperkirakan sebesar 1% per tahun. Pada tahun 2008 disampaikan dalam world cancer report bahwa terjadi 12 juta jiwa pasien yang baru didiagnosis kanker mulut rahim (ca servix).
Sekitar 80% kasus kanker mulut rahim terjadi pada wanita yang hidup berkembang. Di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker mulut rahim per 100.000 penduduk. Kanker mulut rahim adalah kematian nomor satu yang sering terjadi pada wanita Indonesia. Setiap wanita tanpa memandang usia dan latar belakang beresiko terkena kanker mulut rahim.
Sebagai kalangan mahasiswa kesehatan selayaknya mengetahui bahaya ca cervix bagi kehidupan manusia, yang bisa mengancam jiwa manusia itu sendiri. Sebagai mahasiswa kesehatan sepatutnya mampu mengidentifikasi tanda dan gejala dari ca servix serta dapat bertindak dalam memberikan pelayanan terbaik pada pasien yang menderita ca cervix khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan di rumah sakit.
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ca cervix?



1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara memberikan dan membuat asuhan keperawatan pada pasien ca cervix dengan baik dan benar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.      Mengetahui definisi dari ca cervix.
2.      Mengetahui etiologi dan patogenesis dari ca cervix.
3.      Mengetahui patofisiologi dari ca cervix.
4.      Mengetahui manifestasi klinis dari ca cervix.
5.      Mengetahui pemeriksaan diagnostik ca cervix.
6.      Mengetahui penatalaksanaan medis ca cervix .
7.      Mengetahui komplikasi ca cervix.
8.      Mengetahui prognosa dari ca cervix.
9.      Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan ca cervix.
1.4  Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat teoritis
1.      Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami pemahaman tentang konsep penyakit yang disebabkan karena ca cervix.
2.      Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep penyakit yang disebabkan karena ca cervix yang sesuai dengan standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
1.4.2. Manfaat praktis
Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien ca cervix dengan baik.



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian
Kanker leher rahim atau carcinoma cervix adalah keganasan dari serviks yang ditandai dengan adanya perdarahan lewat jalan lahir atau vagina, tetapi gejala tersebut tersebut tidak muncul sampai tingkat lanjut, dimana tanda dan diagnosa pasti bisa ditegakkan dengan menggunakan pap smear (Zhukmana, 2009).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
2.2 Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui (idiopatik).
2.2.1 Faktor Predisposisi
1. Status perkawinan
Insiden terjadi lebih tinggi pada wanita yang menikah, terutama gadis yang coitus pertama (coitarche) pada usia < 16 tahun. Insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jarak persalinan terlampau dekat.
2. Golongan sosial ekonomi rendah
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
3. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
4. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
5. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dam virus papiloma atau virus kondiloma akuminta diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks
6. Sering berganti-ganti pasangan.
Akan meningkatnya resiko terpapar HPV
7. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks. Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
8. Insiden meningkat pada pasangan dengan laki-laki yang tidak bersunat
9. Kebiasaan merokok ataupun terpapar karsinogen.
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
10. Penyakit menular seksual.
11. Memiliki kebiasaan sex yang menyimpang.
12. Menggunakan pil KB lebih dari 4 tahun menaikkan resiko 1,5 – 2,5 kali.
13. Kekurangan vitamin C, asam folat, retinol dan vitamin E.
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
2.3  Klasifikasi
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978.
Tingkat
Kriteria
0
Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I
Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
I a
Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
I b
Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II
Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina dan parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul
II a
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
II b
Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding panggul
III a
Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
III b
Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat antara tumor dengan dinding panggul.
IV
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa rektum dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IV a
Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi
IV b
Telah terjadi metastasi jauh.




Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks
2.3.1 Mikroskopis
a.       Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
b.      Stadium karsinoma insitu.
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
c.       Stadium karsinoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
d.      Stadium karsinoma invasif.
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks:
         Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
         Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
         Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.
2.3.2 Mikroskopis
a.       Stadium preklinis.                         
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
b.      Stadium permulaan.
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
c.       Stadium setengah lanjut.
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
d.      Stadium lanjut.
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.
2.4  Patofisiologi
Bentuk dysplasia servikal prainvasif termasuk karsinoma in situ dapat diangkat seluruhnya dengan biopsi kerucut atau eradikasi menggunakan laser,kauter,atau bedah krio. Tindak lanjut yang sering dan teratur untuk lesi yang berulang penting dilakukan setelah pengobatan ini. Karsinoma serviks invasif terjadi bila tumor menginvasi epithelium masuk dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan paraservikal.
Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal.Karsinoma servikal invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale,dan rongga endometrium ;invasi kelenjar getah bening dan pembuluh darah mengakibatkan metastasis ke bagian tubuh yang jauh. Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker servik.Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala,namun karsinoma invasive dini dapat menyebabkan secret vagina tau perdarahan vagina.
Walaupun perdarahan adalah gejala yang signifikan,perdarahan tidak selalu muncul pada saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pascakoitus atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor,gejala yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis,frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuria, atau perdarahan rectum.

2.5 Tanda Dan Gejala
2.5.1 Gejala kanker leher /mulut rahim pada stadium dini :
a.       Kadang-kadang terjadi pendarahan
b.      Pendarahan setelah berhubungan intim
c.       Munculnya keputihan : makin lama, makin berbau busuk, diakibatkan infeksi dan nekrosis jaringan
d.      Perdarahan setitik pasca senggama dan pengeluaran cairan encer dari vagina, atau perdarahan kontak yaitu perdarahan yang dialami setelah senggama, merupakan gejala Ca Serviks (75-80%)
2.5.1   Gejala kanker leher /mulut rahim pada stadium lanjut :
a.       Hilangnya nafsu makan dan berat badan
b.      Nyeri perut bawah, panggul dan punggung : ditimbulkan oleh infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
c.       Perdarahan spontan : perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan makin lama makin sering terjadi, terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.
d.      Pendarahan dari saluran kencing dan anus
e.       Keluarnya feaces menyertai urin melalui vagina
f.       Anemia : terjadi akibat perdarahan pervaginam yang berulang.
g.      Pebengkakan pada kaki
h.      Gagal ginjal : infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi total.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Sitologi/Pap Smear (Prostatic Acid Phosphate)
·         Keuntungan : Murah dan dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
·         Kelemahan : Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Kolposkopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
·         Keuntungan : dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
·         Kelemahan : hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali.
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput sendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan para serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
7. Pemeriksaan secara radiologis (CT Scan dan MRI)
untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran lokal dari ca tersebut.
8. Servikografi
9. Gineskopi
10. Pap net/pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive
2.7 Penatalaksanaan
Bagi pasien yang terdiagnosa mengalami perubahan abnormal sel sejak dini, maka dapat dilakukan beberapa hal seperti :
1. Pemanasan, diathermy atau dengan sinar laser. 
2. Cone biopsi, yaitu dengan cara mengambil sedikit dari sel-sel servix termasuk sel yang mengalami perubahan. Tindakan ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti untuk memastikan adanya sel-sel yang mengalami perubahan. 
Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh ahli kandungan. Jika perjalanan penyakit telah sampai pada tahap pre-kanker dan kanker servix telah dapat diidentifikasi, Maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk penyembuhannya, antara lain :
1. Operasi atau hysterectomy yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya.
2. Radioterapi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.
Tingkat
Penatalaksaan
0
I a
I b dan II a
II b , III dan IV
IV a dan IV b
Biopsi kerucut
Histerektomi trasnsvaginal
Biopsi kerucut
Histerektomi trasnsvaginal

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi kelenjar limfe paraorta (bila terdapat metastasis dilakukan radiologi pasca pembedahan)
Histerektomi transvaginal
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi

2.8 Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
2.9 Komplikasi
2.9.1   Berkaitan dengan intervensi pembedahan
1)      Vistula Uretra
2)      Disfungsi bladder
3)      Emboli pulmonal
4)      Infeksi pelvis
5)      Obstruksi usus
2.9.2 Berkaitan dengan kemoterapi
1)      Sistitis radiasi Enteritis
2)      Supresi sumsum tulang
3)      Mual muntah akibat pengunaan obat kemoterapi yang mengandung sisplatin
4)      Kerusakan membrane mukosa GI
5)      Mielosupresi




BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan
a.       Biodata
Umur, resiko tinggi 30-60 tahun, perkawinan muda, jumlah anak, usia pernikahan.
b.      Riwayat Kesehatan
c.       Adanya penggunaan kontrasepsi pil.
d.      Keluhan Utama
·         Tahap dini : keputihan, perdarahan pervaginam, nyeri, gangguan miksi.
·         Tahap lanjut : perdarahan pervaginam yang terus - menerus, nyeri perut
bagian bawah, edema.
e.       Status Ginekologi dan obstetric
·         Siklus menstruasi: terjadi perdarahan intramenstruasi (diluar siklus)
·         Perdarahan post coitus
·         Keputihan
f.       Aktivitas sehari-hari:
·         Pola makan: anoreksia, vomiting.
·         Pola eliminasi: inkontinensia urine, alvi
·         Pola aktivitas dan tidur terganggu, terasa nyeri.
g.      Riwayat Psikososial
Konsep diri, emosi, pola interaksi, mekanisme koping, problem menonjol adalah mengingkari, marah, perasaan putus asa dan tidak berdaya, depresi atau bahkan memusuhi.
h.      Pemeriksaan Fisik
·         Kepala dan leher: rambut rontok, anemis
·         Abdomen: teraba massa bila sudah metastase
·         Genetalia: kotor, cairan keputihan, bau.
3.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut/kronik b.d penekanan serabut saraf oleh infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar dan pembedahan.
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah karena kemoterapi
3.      Gangguan citra tubuh b.d rambut rontok dan kulit kusam.
4.      Resiko infeksi b.d pembedahan
5.      Disfungsi seksual b.d metastase kanker ke vagina.
6.      Gangguan perfusi jaringan perifer b.d anemia
7.      Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi ureter.
8.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan.
9.      Ansietas b.d perjalanan penyakit.
10.  Harga diri rendah b.d rambut rontok dan kulit kusam.
11.  Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d mual dan muntah.
3.3  Intervensi Keperawatan
a.    Dx 1 : Nyeri akut/kronik b.d penekanan serabut saraf oleh infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar
Tujuan: Klien mendemonstrasikan keadaan yang bebas dari nyeri
KH: Klien rileks dan tidak kesakitan Skala nyeri 0-3 Tekanan darah dan nadi dalam batas normal (100-30/ 60-80 mmHg).
Intervensi :
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif [catat keluhan, lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0-10) dan tindakan penghilangan nyeri yang dilakukan]
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
2
Pantau tanda - tanda vital
Peningkatan nyeri akan mempengaruhi perubahan pada tanda - tanda vital
3
Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi dan teknik distraksi, misalnya dengan mendengarkan musik, membaca buku, dan sentuhan terapeutik.
Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif untuk mengontrol rasa nyeri yang dialami, serta dapat meningkatkan koping pasien
4
Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan pasien
Memberikan rasa nyaman pada pasien, meningkatkan relaksasi, dan membantu pasien untuk memfokuskan kembali perhatiannya.
5
Dorong pengungkapan perasaan pasien
Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi pasien akan intensitas rasa sakit.
6
Evaluasi upaya penghilangan nyeri / kontrol  pada pasien
Tujuan yang ingin dicapai melalui upaya kontrol adalah kontrol nyeri yang maksimum dengan pengaruh / efek samping yang minimum pada pasien.
7
Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
8
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun respon individual terhadap nyeri berbeda-beda. Pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri yang dialami pasien
9
Kolaborasi untuk pengembangan rencana manajemen nyeri dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan yang terlibat
Rencana manajemen nyeri yang terorganisasi dapat mengembangkan kesempatan pada pasien untuk mengontrol nyeri yang dialami. Terutama dengan nyeri kronis, pasien dan orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah.
10
Kolaborasi untuk pelaksanaan prosedur tambahan, misalnya pemblokan pada saraf
Mungkin diperlukan untuk mengontrol nyeri berat (kronis) yang tidak berespon pada tindakan lain
b.    Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual dan muntah.
Tujuan: Klien mendemonstrasikan keadaan nutrisi yang adekuat
KH : Tidak terjadi penurunan BB dan antropometri tubuh Klien bebas dari mual dan muntah
Intervensi :
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Pantau masukan makanan setiap hari
Mengidentifikasi defisiensi nutrisi
2
Ukur tinggi, berat badan. Pastikan jumlah penurunan berat badan saat ini. Timbang berat badan setiap hari
Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein dan kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
3
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori dan nutrien dengan masukan cairan yang adekuat. Dorong penggunaan suplemen
Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat membantu untuk mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat untuk pertumbuhan ibu serta perkembangan janin
4
Kontrol faktor lingkungan (misalnya : bau makanan yang terlalu kuat, kebisingan lingkungan, makanan yang terlalu pedas, terlalu manis, dan berlemak)
Untuk menurunkan potensial terjadinya respon mual dan muntah
5
Lakukan oral hygiene pada pasien
Kebersihan mulut yang terjaga dapat meningkatkan sensasi pengecapan dan nafsu makan
6
Kolaborasi :
Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya transferin serum dan albumin
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidakseimbangan biokimia dan malnutrisi yang terjadi akibat pertumbuhan sel-sel kanker, dapat mempengaruhi dalam penentuan intervensi diet selanjutnya.
7
Kolaborasi :
Pemberian vitamin A, B6, C, D, E.
Defisiensi vitamin A, C, D, E dapat menghambat proses absorbsi zat-zat nutrisi pada vili intestinum, menghambat proliferasi sel-sel epitel normal, dan menghambat pembentukan antioksidan tubuh. Defisiensi vitamin B6 dapat memperberat perasaan depresi yang dirasakan pasien
8
Kolaborasi :
Rujuk pada ahli gizi / tim pendukung nutrisi
Memberikan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandungnya, serta menurunkan potensial komplikasi yang terjadi berkenaan dengan malnutrisi protein / kalori dan defisiensi mikronutrien 
           
c.       Dx 3    : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
            Kriteria Hasil   :          
1.      Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
2.      TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
-          Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
-           Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
-           Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
-           Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3.      Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9 103/µL)
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh  (misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
Pengenalan dini dan intervensi segera dapat mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
2
Pantau perubahan suhu pasien
Peningkatan suhu pada ibu hamil  dengan kanker serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya, infeksi, dan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi memungkinkan terapi yang tepat untuk dimulai  segera 
3
Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin
Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa berdampak pada janin dan menghambat pertumbuhan janin.
4
Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi prosedur invasif
Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
5
Utamakan personal hygiene
Membantu mengurangi pajanan potensial sumber infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan sekunder patogen
6
Kolaborasi :
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau peningkatan WBC
Diferensial dan peningkatan WBC merupakan salah satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi yang timbul oleh antigen
7
Kolaborasi :
Dapatkan kultur sesuai indikasi
Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi yang tepat
8
Kolaborasi :
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Digunakan untuk menghambat perkembangan agen infeksius
Dx 4  : Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan aktivitas seksual pasien tetap adekuat pada tingkat yang sesuai dengan kondisi fisiologis tubuhnya
Kriteria Hasil:
1.      Pasien mampu mengungkapkan pemahamannya tentang efek kanker serviks yang dialaminya terhadap fungsi seksualitasnya
2.      Pasien mau mendiskusikan masalah tentang gambaran diri, perubahan fungsi seksual dan hasrat seksual dengan orang terdekat yang dialaminya
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Dengarkan pernyataan pasien / orang terdekat
Masalah seksualitas seringkali menjadi masalah yang tersembunyi, yang seringkali diungkapkan sebagai humor / melalui pernyataan yang tidak gamblang
2
Informasikan pada pasien tentang efek dari proses penyakit kanker serviks yang dialaminya terhadap fungsi seksualitasnya (termasuk di dalamnya efek samping dari pengobatan kanker yang akan dijalani) 
Pedoman antisipasi dapat membantu pasien dan orang terdekat untuk memulai proses adaptasi pada keadaan yang baru
3
Bantu pasien untuk menyadari / menerima tahap kehilangan tersebut
Mengakui proses kehilangan / perubahan pada fungsi seksual secara nyata dapat meningkatkan koping pasien
4
Dorong pasien untuk berbagi pikiran dengan orang terdekat
Komunikasi terbuka dapat membantu dalam identifikasi masalah dan meningkatkan diskusi untuk menemukan pemecahan masalah