Minggu, 29 Juni 2014

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
       Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan  yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation). Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995).
       Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%. Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.
       Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang. Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).
       Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas, tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup tinggi.

1.2  Rumusan Masalah
              Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur ?

1.3   Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
       Untuk mengetahui bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur
1.3.2 Tujuan Khusus
1.        Menjelaskan definisi fraktur.
2.        Menjelaskan klasifikasi fraktur.
3.        Menjelaskan etiologi fraktur.
4.        Menjelaskan patofisiologi fraktur.
5.        Menjelaskan manifestasi klinis fraktur.
6.        Menjelaskan pemeriksaan penunjang fraktur.
7.        Menjelaskan komplikasi fraktur.
8.        Menjelaskan penatalaksanaan fraktur.
9.        Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur.

1.4    Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
       Sebagai bahan masukan untuk perencanaan dan pembuatan kebijakan khususnya dibidang asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa medis fraktur.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
       Hasil laporan pendahuluan ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri tentang fraktur.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
       Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur.

 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Definisi Fraktur
       Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004). Menurut Brunner & Suddarth (2001) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar seperti trauma atau tenaga fisik.)Sedangkan menurut Price and Wilson (1995) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
       Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000) Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

2.2  Klasifikasi Fraktur
       Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1.    Berdasarkan sifat fraktur.
a.    Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b.    Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2.    Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a.    Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b.    Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang.
3.    Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a.       Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.      Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c.       Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.      Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e.       Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4.    Berdasarkan jumlah garis patah.
a.       Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b.      Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c.       Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
5.    Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a.       Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b.      raktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
6.    Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
7.    Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

2.3  Etiologi
       Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
1.    Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2.    Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3.    Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996) adapunpenyebab fraktur antara lain:
1.    Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2.    Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.

3.    Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).

2.4  Patofisiologi














Terjadi perubahan struktur tulang

 






 






















2.5  Manifestastasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth, (2002)
a.       Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
b.      Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c.       Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d.      Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e.       Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
2.6    Pemeriksaan Penunjang
     a.Radiologi : X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
                b.    Laboratorium : Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

2.7 Komplikasi
a.    Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b.    Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c.    Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d.   Kompartmen syndrom adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e.    Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f.     Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g.    Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
h.    Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat

2.8  Penatalaksanaan
       Ada lima konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani fraktur:
1.        Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
a.       Riwayat kecelakaan
b.      Parah tidaknya luka
c.       Diskripsi kejadian oleh pasien
d.      Menentukan kemungkinan tulang yang patah
e.       Krepitus
2.   Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a.       Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
b.      Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
3.  Immobilisasi: Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.
4.   Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi).
5. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).

a.    Penatalaksanaan konservatif.
       Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
1.      Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
2.      Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
3.      Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
4.      Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan.
1.      Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2.      Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah.

 BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
             a.       Identitas  
             b.      Keluhan Utama
             c.       Riwayat Kesehatan Sekarang
  d.  Riwayat Kesehatan Masa Lalu
  e.  Riwayat Kesehatan Keluarga
f.   Riwayat / Keadaan Psikologis
g.    Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan Umum                
2.      Tanda-tanda vital              
3.  Pemeriksaan fisik
4.   Pemeriksaan muskuloskletal / ekstermitas
5.   Hasil pemeriksaan penunjang
Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara skunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
            Sirkulasi
            Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, anxietas, atau hipotensi, tachikardi (respon stres, hipovolemi), penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
            Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot kebas/ kesemutan (parastesis)
Tanda : Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi agitasi, berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (terlokalisasi pada area jaringan, kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)
           Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera
Pertimbangan : Rerata lama dirawat: Femur 7,8 hari; rencana pemulangan    panggul/ pelvis 6,7 hari; lain-lain 4,4 hari (bila memerlukan perawatan dirumah sakit memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan pemeliharaan rumah).

3.2    Diagnosa keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk.
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan.



3.3   Intervensi

No.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi / immobilisasi, stress, ansietas.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
a.       Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

b.      Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

c.       Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri


d.      Observasi tanda-tanda vital.
e.       Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

a.       Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b.      Tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c.       Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d.      Untuk mengetahui perkembangan klien
e.       Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan /keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi ,ansietas, dan gangguan pola tidur.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
a.       Rencanakan periode istirahat yang cukup.



b.      Berikan latihan aktivitas secara bertahap.





c.       Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
d.      Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien

a.       mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b.      tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c.       mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d.      menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

a.       Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.


b.      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
c.       Pantau peningkatan suhu tubuh.


d.      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
e.       Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
f.       Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.


g.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.


a.       Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.      Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.       Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d.      Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e.       Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f.       balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g.      Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4.
Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal
a.      Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
b.      Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.


c.      Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
d.     Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e.      Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
a.       Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.


b.      Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c.       Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d.      Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e.       sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan /meningkatkan mobilitas pasien.






























BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
       Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000) Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
4.2 Saran
       Kami menyadari bahwa penyusunan laporan pendahuluan kami ini masih kurang dari kata sempurna oleh karena itu kami berharap saran dan kritik dari pembaca atau mahasiswa yang membaca laporan pendahuluan ini untuk perbaikan penyusunan laporan pendahuluan selanjutnya, tidak lupa kami mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dihati para pembaca. Semoga laporan pendahuluan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.