BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk memperbaiki posisi
fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik maka perlu dilakukan
tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion wityh Internal Fixation). Sistem
muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan.
Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang
menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%.
Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
(Price,S.A,1995).
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara
jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat,
selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 %
dan bahan seluler 33%. Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi
di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka
tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu
lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.
Menurut data
kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami
luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap
hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat
di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya
2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat
menjadi 3.977 orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang. Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan
adalah fraktur (patah tulang).
Fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka,
yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara
luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan
dunia luar. Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya
tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan. Adapun
fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang dicurigai mengalami
pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa sudut yang bisa mengarah ke
samping, depan, atau belakang. Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan,
dan perpendekan tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering
terjadi adalah fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas
mencakup fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas atau
lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang cukup
tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis fraktur ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui
bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan definisi fraktur.
2.
Menjelaskan klasifikasi fraktur.
3.
Menjelaskan etiologi fraktur.
4.
Menjelaskan patofisiologi fraktur.
5.
Menjelaskan manifestasi klinis fraktur.
6.
Menjelaskan pemeriksaan penunjang
fraktur.
7.
Menjelaskan komplikasi fraktur.
8.
Menjelaskan penatalaksanaan fraktur.
9.
Menjelaskan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis fraktur.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan untuk perencanaan
dan pembuatan kebijakan khususnya dibidang asuhan keperawatan pasien dengan
diagnosa medis fraktur.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil laporan pendahuluan ini diharapkan
dapat menambah bahan kepustakaan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri
tentang fraktur.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis fraktur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004). Menurut Brunner & Suddarth
(2001) Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya
yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar seperti trauma atau
tenaga fisik.)Sedangkan menurut Price
and Wilson (1995) fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila
tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah
fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
2.2
Klasifikasi
Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat
bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
1.
Berdasarkan sifat fraktur.
a.
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur
bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b.
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila
terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit.
2.
Berdasarkan komplit atau
ketidakklomplitan fraktur.
a.
Fraktur Komplit, bila garis patah
melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti
terlihat pada foto.
b.
Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang.
3.
Berdasarkan bentuk garis patah dan
hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur
Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik:
fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral:
fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur
Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi:
fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.
4.
Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur
Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur
Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur
Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
5.
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur
Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
b. raktur
Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:Dislokai ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping).
6.
Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan
yang berulang-ulang.
7.
Fraktur Patologis: fraktur yang
diakibatkan karena proses patologis tulang.
2.3 Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara
langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.Penyebab patah
tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara
lain:
1. Kekerasan
langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah
tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak
langsung
Kekerasan tidak
langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan
akibat tarikan otot
Patah tulang
akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long
(1996) adapunpenyebab fraktur antara lain:
1.
Trauma Langsung
Yaitu fraktur
terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan
atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2.
Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu
trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
3.
Fraktur Patologik
Stuktur yang
terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
2.4 Patofisiologi
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|
||||||
![]() |
|||||||
![]() |
2.5 Manifestastasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut
Brunner and Suddarth,
(2002)
a. Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
b. Setelah terjadi
faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur
panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d. Saat ekstermitas
diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan
dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a.Radiologi
: X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
b. Laboratorium
: Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam
darah.
2.7
Komplikasi
a. Malunion,
adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed
union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion,
patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Kompartmen
syndrom adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu
ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
e. Shock
terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat
embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic
complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi
pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila
terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi,
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
2.8 Penatalaksanaan
Ada lima konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan pada waktu
menangani fraktur:
1.
Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat
kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
a. Riwayat
kecelakaan
b. Parah
tidaknya luka
c. Diskripsi
kejadian oleh pasien
d. Menentukan
kemungkinan tulang yang patah
e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin
dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi
tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
b. Reduksi
terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan,
biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung
kedalam medula tulang.
3. Immobilisasi:
Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu
tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali.
4. Retensi:
menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen
tersebut selama penyembuhan (gips/traksi).
5. Rehabilitasi:
langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan
fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya
kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).
a.
Penatalaksanaan konservatif.
Merupakan
penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat
terpenuhi.
1.
Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi).
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota
gerak bawah.
2.
Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa
reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam
bidai dari plastik atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
3.
Reduksi tertutup dengan manipulasi dan
imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan
melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan
alat utama pada teknik ini.
4.
Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan
counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi
yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan
pembedahan.
1.
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal
atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur
jari.
2.
Reduksi terbuka dengan fiksasi internal
(ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw,
wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah.
BAB 3
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a.
Identitas
b.
Keluhan
Utama
c.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
d. Riwayat Kesehatan
Masa Lalu
e.
Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Riwayat / Keadaan Psikologis
g.
Pemeriksaan fisik
1.
Keadaan
Umum
2.
Tanda-tanda
vital
3. Pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan
muskuloskletal / ekstermitas
5. Hasil pemeriksaan
penunjang
Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian
yang terkena (mungkin
segera, fraktur
itu sendiri, atau terjadi secara skunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
Sirkulasi
Tanda :
Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, anxietas,
atau hipotensi,
tachikardi (respon stres, hipovolemi), penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena, pembengkakan jaringan atau masa
hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot kebas/
kesemutan (parastesis)
Tanda : Deformitas lokal: angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi agitasi,
berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
Nyeri/
kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera
(terlokalisasi pada area jaringan, kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi),
tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan,
perubahan warna
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera
Pertimbangan : Rerata lama dirawat: Femur 7,8 hari; rencana pemulangan
panggul/ pelvis 6,7 hari; lain-lain 4,4 hari (bila memerlukan perawatan
dirumah sakit memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri
dan pemeliharaan rumah).
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya
jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas,
dan gangguan pola tidur.
c. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
e. Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan adanya perdarahan.
3.3 Intervensi
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri berhubungan dengan
terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan, alat traksi / immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : nyeri dapat berkurang
atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang. |
a.
Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
b.
Kaji
tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
c.
Jelaskan
pada klien penyebab dari nyeri
d.
Observasi
tanda-tanda vital.
e.
Melakukan
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
|
a.
Hubungan
yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b.
Tingkat intensitas
nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c.
Memberikan
penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d.
Untuk mengetahui
perkembangan klien
e.
Merupakan
tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.
|
2.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan dispnea, kelemahan /keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi ,ansietas,
dan gangguan pola tidur.
Tujuan : pasien memiliki cukup
energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan diri.
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. - Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. |
a.
Rencanakan
periode istirahat yang cukup.
b.
Berikan
latihan aktivitas secara bertahap.
c.
Bantu
pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
d.
Setelah latihan
dan aktivitas kaji respons pasien
|
a.
mengurangi
aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk
aktivitas seperlunya secar optimal.
b.
tahapan-tahapan
yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga
namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c.
mengurangi
pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d.
menjaga
kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
|
3.
|
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi
dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti pus.
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. - Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. |
a.
Kaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
b.
Kaji
lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
c.
Pantau
peningkatan suhu tubuh.
d.
Berikan
perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
e.
Jika
pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
f.
Setelah
debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
g.
Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi.
|
a.
Mengetahui
sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang
tepat.
b.
Mengidentifikasi
tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.
Suhu
tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
d.
Tehnik
aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
e.
Agar
benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.
f.
balutan
dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya
luka, agar tidak terjadi infeksi.
g.
Antibiotik
berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
|
4.
|
Risiko infeksi berhubungan dengan
stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : pasien akan menunjukkan
tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal |
a.
Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
b.
Tentukan
tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
c.
Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu
d.
Ajarkan
dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e.
Kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
|
a. Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan /meningkatkan mobilitas pasien.
|
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila
tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah
fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
4.2 Saran
Kami
menyadari bahwa penyusunan laporan pendahuluan kami ini masih kurang dari kata
sempurna oleh karena itu kami berharap saran dan kritik dari pembaca atau
mahasiswa yang membaca laporan pendahuluan ini untuk perbaikan penyusunan
laporan pendahuluan selanjutnya, tidak lupa kami mohon maaf jika ada kata-kata
yang kurang berkenan dihati para pembaca. Semoga laporan pendahuluan ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.